Liputan6.com, Jakarta - Saat Bumi Manusia tembus sejuta penonton, Hanung Bramantyo menarik napas lega. Ayah 5 anak ini mengaku, ada banyak tantangan yang dihadapi selama syuting film Bumi Manusia.
Salah satunya, memuaskan pembaca novel Bumi Manusia lintas generasi. Poinnya bukan setia atau tidak setia terhadap novel melainkan sutradara harus bisa meyakinkan penonton, apa yang tersaji di layar adalah nyata.
Yakni, ada anak 19 tahun dan Nyai yang kuat dalam pusara konflik sosial. Saat penoton yakin, permasalahan selesai.
Pertanyaannya, siapa penonton yang harus diyakinkan Hanung Bramantyo? “Saya ambil contoh novel Ayat-ayat Cinta. Ditulis pada 2004 lalu tayang di bioskop awal 2008. Sama-sama tahun 2000-an masih relevan. Pembaca novelnya belum beranak pinak. Kasus Bumi Manusia jelas beda,” urai Hanung Bramantyo di Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Ia mengingat, kali pertama buku Bumi Manusia diedarkan pada 1975 lalu diberedel pada 1981. Pada 1970-an dan 1980-an ada fans-nya tersendiri.
Lintas Generasi
Setelah 1981, menurut Hanung Bramantyo, muncul penggemar angkatan baru yakni mahasiswa dan ABG, yang mengakses novel itu secara sembunyi-sembunyi.
“Salah satunya saya. Setelah reformasi, Soeharto lengser, penggemar pascareformasi hadir yakni angkatan istri saya, Zaskia. Setelah reformasi, sejumlah buku yang diberedel kayak Bumi Manusia dan buku lain keluar semua,” bebernya kepada Showbiz Liputan6.com.
Setelah angkatan Zaskia Adya Mecca, muncul angkatannya Iqbaal Ramadhan dan sesudahnya.
Fase Terberat
Setiap angkatan punya bayangan masing-masing tentang Minke. “Yang memprotes Iqbaal Ramadhan menjadi Minke adalah angkatan saya ke belakang yang mempunyai gambaran sendiri. Sementara angkatan Zaskia ke bawah punya sosok sendiri,” Hanung Bramantyo menukas.
Di sinilah fase terberatnya, yakni menentukan angkatan mana yang harus dirangkul. “Setelah membuat pilihan, saya harus siap mendengar kritikan dari angkatan lain,” pungkas sutradara Perempuan Berkalung Sorban.
(Wayan Diananto)
No comments:
Post a Comment